Skip to main content

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1045/MENKES/PER/XI/2006






PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 1045/MENKES/PER/XI/2006
TENTANG
PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT
DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB  I
KETENTUAN UMUM
Pasal  1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan ;       
2.    Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada  semua bidang dan jenis penyakit;
3.    Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya;
4.    Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang menyelenggarakan dan atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan  Kedokteran berkelanjutan;
5.    Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan perbedaan yang bertingkat mengenai kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan dan kapasitas sumber daya organisasi;
6.    Pelayanan medik adalah upaya kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif,  preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diberikan kepada pasien oleh tenaga medis sesuai dengan standard pelayanan medis dengan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas secara optimal;
7.    Pelayanan medik spesialistik dasar adalah pelayanan medik spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak;
8.    Pelayanan medik spesialistik penunjang adalah pelayanan medik spesialistik anesthesi, patologi klinik dan radiologi;
9.    Pelayanan medik subspesialistik adalah pelayanan medik subspesialistik disetiap spesialisasi yang ada;
10.  Pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososiospiritual yang komprehensif;

BAB  II
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
Pasal  2
Rumah Sakit merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Pasal  3
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan paripurna, pendidikan dan pelatihan, dapat juga melakukan penelitian, pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan.
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi:
a. Pemeliharaan  dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan  
paripurna tingkat sekunder dan tersier;
b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan;
c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan    
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan;
d.    Pelaksanaan administrasi rumah sakit;

BAB  III
JENIS DAN KLASIFIKASI
Pasal 5
    Berdasarkan jenis  pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam:
    a.  Rumah Sakit Umum selanjutnya disebut RSU;
    b.  Rumah Sakit Khusus selanjutnya disebut RSK.
Pasal 6
    Rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan tugas, fungsi,  kemampuan pelayanan kesehatan dan kapasitas sumber daya organisasi dalam beberapa kelas.
Pasal 7
 (1) RSU diklasifikasikan sebagai berikut:
              a. RSU Kelas A;
              b. RSU Kelas B Pendidikan;
              c. RSU Kelas B Non-Pendidikan;
              d. RSU Kelas C;
              e. RSU Kelas D.
(2)Bersadasrkan fungsinya RSU Kelas A dan RSU Kelas B Pendidikan menyelenggarakan dan/atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Pasal 8
 (1) RSK diklasifikasikan sebagai berikut:
              a. RSK Kelas A;
              b. RSK Kelas B;
              c. RSK Kelas C.
              
(2)Bersadasarkan fungsinya RSK Kelas A  menyelenggarakan dan/atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Pasal 9
     Penetapan klasifikasi RSU dan RSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 didasarkan pada kriteria klasifikasi rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

BAB  IV
SUSUNAN ORGANISASI   

Bagian Pertama

Rumah Sakit Umum Kelas A


Pasal 10
                (1) RSU Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
                (2) Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat.
                (3) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau  3 (tiga) Bagian.
                (4) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
                (5) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak  3 (tiga) Subbagian.

Bagian Kedua

Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan

Pasal 11
                (1) RSU Kelas B Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
                (2) Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat.
                (3) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian.
                (4) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
                (5) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Ketiga

Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan

Pasal 12
                (1) RSU Kelas B Non Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
                (2) Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat.
                (3) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian.
                (4) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
                (5) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Bagian Keempat

Rumah Sakit Umum Kelas C

Pasal 13
                (1) RSU Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
                (2) Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Bidang dan 1 (satu) Bagian.
                (3) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
                (4) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Kelima 

Rumah Sakit Umum Kelas D

Pasal 14
                (1) RSU Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
                (2) Direktur membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.
                (3) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
                (4) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Bagian Keenam

Rumah Sakit Khusus  Kelas A

Pasal 15
                (1) RSK  Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
                (2) Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat
                (3) Masing-masing Direktorat  terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian
                (4) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
                (5) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Ketujuh

Rumah Sakit Khusus  Kelas B

Pasal 16
                (1) RSK  Kelas B dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.
                (2) Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat
                (3) Masing-masing Direktorat  terdiri dari  2 (dua) Bidang atau 2 (dua) Bagian
                (4) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
                (5) Masing-masing Bagian  terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian
.
Bagian Kedelapan

Rumah Sakit Khusus  Kelas C

Pasal 17
                (1) RSK  Kelas C  dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
                (2) Direktur  membawahi  2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.

BAB  V
UNIT-UNIT NON STRUKTURAL
Bagian Pertama
Satuan Pengawas Intern
Pasal 18
                (1)  Satuan Pengawas Intern adalah Satuan Kerja Fungsional yang bertugas
      melaksanakan  intern rumah sakit.
                (2)  Satuan Pengawas Intern berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
      pimpinan  sakit.
                (3)  Satuan Pengawas Intern dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

Bagian Kedua
Komite
Pasal 19
                (1) Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi
     dibentuk  untuk memberikan pertimbangan strategis kepada pimpinan rumah sakit
     dalam rangka  peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit.
                (2) Pembentukan komite ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan
     rumah, sekurang-kurangnya terdiri dari Komite Medik serta Komite Etik dan Hukum.
                (3) Komite berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah sakit.
                (4) Komite dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan
     rumah sakit.
                (5) Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis komite ditetapkan oleh pimpinan
     rumah  setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Bagian Ketiga
Instalasi
Pasal  20
                (1) Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan
     menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian rumah sakit.
                (2) Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan
     rumah sakit.
                (3) Instalasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh
     pimpinan rumah sakit.
                (4) Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga
     fungsional  dan atau non medis.
                (5) Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara tertulis
     kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

BAB  VI
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal  21
               
                Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan
jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 22
                (1) Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi
     atas  berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.
                (2) Masing-masing tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di
     di lingkungan unit kerja rumah sakit sesuai dengan kompetensinya.
                (3) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
     berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
                (4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
     berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB  VII
STAF MEDIK  FUNGSIONAL
Pasal  23
               
                (1)   Staf medik fungsional adalah kelompok dokter yang bekerja di 
       bidang medis dalam jabatan fungsional.
                (2) Staf medik fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnosa,
      pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan     
      pemulihan kesehatan, penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian
      dan pengembangan.
                (3) Dalam melaksanakan tugasnya, staf medik fungsional menggunakan
     pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait.

BAB  VIII
TATA KERJA
Pasal  24
                Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan rumah sakit wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungannya serta dengan instansi lain sesuai tugas masing-masing.
Pasal   25
                Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi bawahan dst.....
Pasal   26
                Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan  dst.....
Pasal   27
                Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dst ......
Pasal   28
                Setiap laporan yang diterima oleh setiap pimpinan satuan organisasi dst .... .
Pasal   29, 30 dan 31 dst...

BAB  IX
ESELONISASI
Pasal  32
(1)          Eselonisasi untuk Rumah Sakit Umum sesuai dengan klasifikasinya:
a. RSU kelas A, terdiri dari :
                    1. Direktur Utama adalah jabatan struktural eselon II.a;
                    2. Direktur adalah jabatan struktural eselon II.b;
                    3. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.a;
                    4. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
b. RSU kelas B Pendidikan, terdiri dari :
                    1. Direktur Utama adalah jabatan struktural eselon II.a;
                    2. Direktur adalah jabatan struktural eselon II.b ;
                    3. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.a;
                    4. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
c. RSU kelas B Non-Pendidikan, terdiri dari:
                    1. Direktur Utama  adalah jabatan struktural eselon II.b;
                    2. Direktur adalah jabatan struktural eselon III.a ;
                    3. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.b;
                    4. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
      d. RSU kelas C, terdiri dari:
                    1. Direktur adalah jabatan struktural eselon III.a;
                    2. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.b;
                    3. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.b.
      e. RSU kelas D, terdiri dari:
                    1. Direktur adalah jabatan struktural eselon III.b;
                    2. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.b

(2)  Eselonisasi untuk Rumah Sakit Khusus sesuai dengan klasifikasinya:
a. RSK kelas A,  terdiri dari:
                    1. Direktur Utama  adalah jabatan struktural eselon II.a;
                    2. Direktur adalah jabatan struktural eselon II.b ;
                    3. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.a;
                    4. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
      b. RSK kelas B, terdiri dari:
                    1. Direktur adalah jabatan struktural eselon II.b;
                    2. Wakil Direktur  adalah jabatan struktural eselon III.a;
                    3. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.b;
                    4. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
      c. RSK kelas C, terdiri dari:
                    1. Direktur adalah jabatan struktural eselon III.b;
                    2. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.b


BAB  X
KETENTUAN LAIN
Pasal  33
                Di lingkungan rumah sakit yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dapat dibentuk dewan pengawas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 34
                Khusus untuk Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dapat terdiri dari paling banyak 5 (lima) Direktorat
Pasal 35
 (1) Rumah sakit dapat menggunakan nomenklatur lain di luar yang diatur dalam peraturan ini untuk unit-unit non struktural sesuai dengan kekhususan dan kebutuhan masing-
          masing rumah sakit.


(2)     Penggunaan nomenklatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh  pimpinan rumah sakit setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Pasal 36
                Pembentukan organisasi dan tata kerja masing-masing rumah sakit di lingkungan Departemen Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Pasal  37
                Organisasi dan tata kerja masing-masing rumah sakit di lingkungan Departemen Kesehatan ditetapkan berdasarkan peraturan ini.
Pasal 38
                Setiap penyusunan organisasi dan tata kerja rumah sakit berdasarkan hasil analisis organisasi.
Pasal 39
                Struktur organisasi RSU kelas A, B Pendidikan, B Non Pendidikan, C dan D serta struktur organisasi Rumah Sakit Khusus kelas A, B dan C sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Pasal 40
                Pedoman organisasi Rumah Sakit ini berlaku untuk semua rumah sakit di lingkungan Departemen Kesehatan.


BAB  XI
KETENTUAN  PENUTUP
Pasal  41
                Seluruh organisasi dan tata kerja rumah sakit di lingkungan Departemen Kesehatan menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan ini selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah peraturan ini ditetapkan.
Pasal 42
                Dengan berlakunya peraturan ini maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/Menkes/SK/XI/  1992 Tahun 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
                Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
                                                                               
Ditetapkan di     : Jakarta
                                                                                Pada tanggal      : 28 November 2006
                                                               
                                                                                MENTERI KESEHATAN,
                                                                                                ttd

                                                                                Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K


terimakasih telah berkunjung ke http://parlanjogja.blogspot.com/semoga bermanfaat

Comments

Popular posts from this blog

ALAT GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL ( OTOT RANGKA )

ALAT GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL: OTOT RANGKA OTOT RANGKA Terdapat lebih dari 600 otot di tubuh manusia Penamaan otot berdasarkan: Lokasi : brachialis Bentuk : trapezius Ukuran: maximus, minimus, brevis, longus gluteus maximus Arah serabut otot: rectus femoris, obliquus abdominis internus Perlekatannya: brachioradialis Jumlah origo: biceps (2 heads), triceps (3 heads) Gerak: flexor, extensor, abductor, adductor ,M.extensor carpi radialis longus ;m.biceps brachii caput longum; m.biceps femoris caput longum Setiap otot dibentuk oleh serabut otot dengan arah tertentu   menentukan jelajah gerak (range of motion). http://parlanjogja.blogspot.com/search/label/Rekam%20Medis PERLEKATAN OTOT Ujung otot melekat pada tulang secara langsung maupun melalui perantara jaringan ikat. Apabila letak perlekatan mendekati garis tengah tubuh atau ke arah proksimal disebut dengan origo. Apabila sebaliknya,      disebut dengan insersio OTOT PADA TUB...

SISTEM PENAMAAN PASIEN

SISTEM PENAMAAN PASIEN Sistem penamaan berkas rekam medis atau  Sistem penamaan pada dasarnya untuk memberikan identitas kepada seorang pasien serta untuk membedakan antara pasien satu dengan pasien lainnya, sehingga mempermudah atau memperlancar didalam memberikan pelayanan rekam medis kepada pasien yang datang berobat kerumah sakit. Di Negara barat, penulisan nama pasien sangat mudah dilakukan karena mereka sudah memiliki patokan-patokan yang baku, misalnya mencatat nama untuk keperluan resmi patokannya adalah nama keluarga ( Surename ) selalu dicantumkan terlebih dahulu, lalu diikuti nama diri ( First Name ). Di Indonesia kurang dikenal penggunaan atau pencatatan nama berdasarkan nama keluarga, sebagaimana yang berlaku di Negara barat, persoalannya sekarang apakah kebijakan kita menerapkan system yang berlaku di Negara barat secara bulat-bulat tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang berlaku di Indonesia, yang memiliki penduduk serta culture yang sangat heterogen. Oleh k...

PERAN UNIT KERJA REKAM MEDIS DALAM IMPLEMENTASI REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK DI RUMAH SAKIT

PERAN UNIT KERJA REKAM MEDIS DALAM IMPLEMENTASI REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK DI RUMAH SAKIT Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas , anamnesa,penentuan fisik , laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap , rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat 1. Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas , tidak hanya sekedar kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis yaitu mulai pencatatan selama pasien mendapatkan pelayanan medik , dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta PENDAHULUAN PARADIGMA REKAM MEDIS ,MANAJEMEN INFORMSI KESEHATAN (RM-MIK) KEMAJUAN IT TUNTUTAN  IPTEK & PRAKTISI KESEHATAN  PENDORONG PENGAMBILAN KEPUTUSAN Paper-based record) menjadi butiran    informasi ...